Sekarang ini sedang ramai di bicarakan yaitu salah satu menteri Kabinet Kerja 2014-2019 di pemerintahan Jokowi – JK yaitu Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, banyak orang yang memandang sebelah mata karena beliau hanya lulusan SMP serta penampilan beliau yang tomboy, merokok dan bahkan tato yang ada di kaki beliau banyak sekali di komentari baik oleh orang berpendidikan tinggi, tokoh agama maupun masyarakat luas, Jokowi tentu tidak main-main dalam memilih beliau karena percaya dapat bekerja dan sangat mengetahui kebutuhan nelayan dan kelautan RI.
Selain Susi
Pudjiastuti, masih ada juga beberapa orang sukses di Indonesia yang tidak
memiliki ijazah perguruan tinggi, bahkan ijazah SMP/SMA, berikut beberapa
contohnya mungkin bisa member kita inspirasi, ijazah bukan suatu harga mati
untuk sukses:
1. Bob
Sadino
Bob Sadino lahir di Lampung, 9 Maret 1939 atau akrab dipanggil om Bob,
adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan
peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick. Dalam
banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan pendek dan
celana pendek yang menjadi ciri khasnya.
Bob Sadino lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan. Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman.
Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya,
Soelami Soejoed.
Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.
Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.
Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi kuli bangunan dengan upah harian Rp100.
Suatu hari, seorang teman menyarankan Bob memelihara dan berbisnis telur ayam negeri untuk melawan depresi yang dialaminya. Bob tertarik dan mulai mengembangkan usaha peternakan ayam. Ketika itu, di Indonesia, ayam kampung masih mendominasi pasar. Bob-lah yang pertama kali memperkenalkan ayam negeri beserta telurnya ke Indonesia. Bob menjual telur-telurnya dari pintu ke pintu. Ketika itu, telur ayam negeri belum populer di Indonesia sehingga barang dagangannya tersebut hanya dibeli oleh ekspatriat-ekspatriat yang tinggal di daerah Kemang, serta beberapa orang Indonesia yang pernah bekerja di luar negeri. Namun seiring berjalannya waktu, telur ayam negeri mulai dikenal sehingga bisnis Bob semakin berkembang. Bob kemudian melanjutkan usahanya dengan berjualan daging ayam. Selain memperkenalkan telur ayam negeri, ia juga merupakan orang pertama yang menggunakan perladangan sayur sistem hidroponik di Indonesia.
2. Andrie
Wongso
Andrie Wongso lahir Desember 1954. Ia terlahir dari sebuah keluarga
miskin di kota Malang. Di usia 11 th (kelas 6 SD), terpaksa harus berhenti
bersekolah karena sekolah mandarin tempat andrie kecil bersekolah ditutup. Maka
SDTT, Sekolah Dasar Tidak Tamat, adalah gelar yang disandangnya saat ini. Masa
kecil hingga remajanya pun kemudian dilalui dengan membantu orang tuanya
membuat dan berkeliling berjualan kue ke toko-toko dan pasar. Andrie Wongso
adalah motivator asal Indonesia, yang lebih dari 20 tahun berkiprah sebagai pengusaha
sukses.
Kemauannya untuk berbagi semangat, pengalaman dan kebijaksanaan, dengan
gaya bahasa yang sederhana tetapi full power kepada begitu banyak orang,
membuat dirinya dinyatakan sebagai The Best Motivator Indonesia atau Motivator
No. 1 Indonesia dari Kompas. Tetapi beliau lebih suka disebut "Sang
Pembelajar".
3. Basrizal
Koto
Basrizal Koto atau sering disebut Basko lahir di Kampung Ladang, Pariaman
dari pasangan Ali Absyar dan Djaninar. Masa kecilnya sangatlah getir, dimana
Basko sempat merasakan hanya makan sehari sekali, di mana untuk makan
sehari-hari saja sang ibu harus meminjam beras ke tetangga.
Ayahnya hanyalah bekerja sebagai buruh tani yang mengolah gabah. Meski sempat bersekolah hingga kelas lima SD, Basko akhirnya berkesimpulan bahwa kemiskinan harus dilawan bukan untuk dinikmati. Atas seizin ibunya, diapun memilih pergi merantau ke Riau dibanding melanjutkan sekolah.Basko yang panjang akal dan visioner mengawali usahanya dengan berjualan pete.Kemahirannya berkomunikasi, membangun jaringan, menepati janji, dan menjaga kepercayaan akhirnya membawanya sukses menaklukan kemiskinan, membangun kerajaan bisnis, dan menciptakan lapangan kerja.
Jumlah perusahaan yang dikelolanya kini mencapai 15 perusahaan dan sejak 2006 dia juga terjun ke bisnis penambangan batu bara di Riau, menyediakan jasa TV kabel dan Internet di Sumatra.Beberapa perusahaan yang masuk dalam MCB Group miliknya adalah PT Basko Minang Plaza (pusat belanja), PT Cerya Riau Mandiri Printing (percetakan), PT Cerya Zico Utama (properti), PT Bastara Jaya Muda (tambang batubara), PT Best Western Hotel (Hotel Basko), dll. Proyek terakhir yang tengah digarapnya adalah pendirian Best Western Hotel dengan 198 kamar. Sebuah hotel bintang empat plus yang tengah di bangun di Padang, Sumatra Barat.
4. Eka
Tjipta Widjaja
Eka Tjipta |
Eka Tjipta Widjaja bukanlah seorang sarjana, doktor, maupun gelar-gelar
yang lain yang disandang para mahasiswa ketika mereka berhasil menamatkan
studi. Namun beliau hanya lulus dari sebuah sekolah dasar di Makassar. Hal ini
dikarenakan kehidupannya yang serba kekurangan. Ia harus merelakan
pendidikannya demi untuk membantu orang tua dalam menyelesaikan hutangnya ke
rentenir. Saat baru pindah ke Makassar, Eka Tjipta Widjaja memang mempunyai
hutang kepada seorang rentenir dan setiap bulan dia harus mencicil hutangnya
tersebut.
Eka Tjipta Widjaja mempunyai keluarga yang selalu mendukungnya dalam hal bisnis dan kehidupannya. Beliau menikah dengan seorang wanita bernama Melfie Pirieh Widjaja dan mempunyai 7 orang anak. Anak-anaknya adalah Nanny Widjaja, Lanny Widjaja, Jimmy Widjaja, Fenny Widjaja, Inneke Widjaja, Chenny Widjaja, dan Meilay Widjaja. Eka Tjipta Widjaja dikenal sebagai orang yang banyak mempunyai istri atau poligami.
Dalam hal bisnis, Eka Tjipta Widjaja merupakan seorang yang unggul dalam mengembangkan bisnis yang telah dia rintis. Ini terbukti dengan hasil karyanya dalam membangun bisnis di Indonesia ini. Ia sudah menekuni dunia bisnis sejak dia masih berumur sangat muda yaitu umur 15 tahun. Ia mengawali karir bisnisnya itu hanya dengan bermodalkan sebuah ijasah SD yang dimilikinya. Dia berjualan gula dan biskuit dengan cara membelinya secara grosir kemudian dia jajakan secara eceran dan hal tersebut bisa mendapatkan untung yang lumayan.
Namun bisnisnya itu tak bertahan lama karena adanya pajak yang besar pada saat itu karena Jepang menjajah Indonesia. Pada tahun 1980, ia memutuskan untuk melanjutkan usahanya yaitu menjadi seorang entrepreneur seperti masa mudanya dulu. Ia membeli sebidang perkebunan kelapa sawit dengan luas lahan 10 ribu hektar yang berlokasi di Riau. Tak tanggung-tanggung, beliau juga membeli mesin dan pabrik yang bisa memuat hingga 60 ribu ton kelapa sawit.
Bisnis yang dia bangun berkembang sangat pesat dan dia memutuskan untuk menambah bisnisnya. Pada tahun 1981 beliau membeli perkebunan sekaligus pabrik teh dengan luas mencapai 1000 hektar dan pabriknya mempunyai kapasitas 20 ribu ton teh. Selain berbisnis di bidang kelapa sawit dan teh, Eka Tjipta Widjaja juga mulai merintis bisnis bank. Ia membeli Bank Internasional Indonesia dengan asset mencapai 13 milyar rupiah. Namun setelah beliau kelola, bank tersebut menjadi besar dan memiliki 40 cabang dan cabang pembantu yang dulunya hanya 2 cabang dan asetnya kini mencapai 9,2 trilliun rupiah. Bisnis yang semakin banyak membuat Eka Tjipta Widjaja menjadi semakin sibuk dan kaya. Ia juga mulai merambah ke bisnis kertas. Hal ini dibuktikan dengan dibelinya PT Indah Kiat yang bisa memproduksi hingga 700 ribu pulp per tahun dan bisa memproduksi kertas hingga 650 ribu per tahun. Pemilik Sinarmas Group ini juga membangun ITC Mangga Dua dan Green View apartemen yang berada di Roxy, dan tak ketinggalan pula ia bangun Ambassador di Kuningan.
Eka Tjipta Widjaja mempunyai keluarga yang selalu mendukungnya dalam hal bisnis dan kehidupannya. Beliau menikah dengan seorang wanita bernama Melfie Pirieh Widjaja dan mempunyai 7 orang anak. Anak-anaknya adalah Nanny Widjaja, Lanny Widjaja, Jimmy Widjaja, Fenny Widjaja, Inneke Widjaja, Chenny Widjaja, dan Meilay Widjaja. Eka Tjipta Widjaja dikenal sebagai orang yang banyak mempunyai istri atau poligami.
Dalam hal bisnis, Eka Tjipta Widjaja merupakan seorang yang unggul dalam mengembangkan bisnis yang telah dia rintis. Ini terbukti dengan hasil karyanya dalam membangun bisnis di Indonesia ini. Ia sudah menekuni dunia bisnis sejak dia masih berumur sangat muda yaitu umur 15 tahun. Ia mengawali karir bisnisnya itu hanya dengan bermodalkan sebuah ijasah SD yang dimilikinya. Dia berjualan gula dan biskuit dengan cara membelinya secara grosir kemudian dia jajakan secara eceran dan hal tersebut bisa mendapatkan untung yang lumayan.
Namun bisnisnya itu tak bertahan lama karena adanya pajak yang besar pada saat itu karena Jepang menjajah Indonesia. Pada tahun 1980, ia memutuskan untuk melanjutkan usahanya yaitu menjadi seorang entrepreneur seperti masa mudanya dulu. Ia membeli sebidang perkebunan kelapa sawit dengan luas lahan 10 ribu hektar yang berlokasi di Riau. Tak tanggung-tanggung, beliau juga membeli mesin dan pabrik yang bisa memuat hingga 60 ribu ton kelapa sawit.
Bisnis yang dia bangun berkembang sangat pesat dan dia memutuskan untuk menambah bisnisnya. Pada tahun 1981 beliau membeli perkebunan sekaligus pabrik teh dengan luas mencapai 1000 hektar dan pabriknya mempunyai kapasitas 20 ribu ton teh. Selain berbisnis di bidang kelapa sawit dan teh, Eka Tjipta Widjaja juga mulai merintis bisnis bank. Ia membeli Bank Internasional Indonesia dengan asset mencapai 13 milyar rupiah. Namun setelah beliau kelola, bank tersebut menjadi besar dan memiliki 40 cabang dan cabang pembantu yang dulunya hanya 2 cabang dan asetnya kini mencapai 9,2 trilliun rupiah. Bisnis yang semakin banyak membuat Eka Tjipta Widjaja menjadi semakin sibuk dan kaya. Ia juga mulai merambah ke bisnis kertas. Hal ini dibuktikan dengan dibelinya PT Indah Kiat yang bisa memproduksi hingga 700 ribu pulp per tahun dan bisa memproduksi kertas hingga 650 ribu per tahun. Pemilik Sinarmas Group ini juga membangun ITC Mangga Dua dan Green View apartemen yang berada di Roxy, dan tak ketinggalan pula ia bangun Ambassador di Kuningan.
5. Soedono
Salim
Soedono Salim
atau Liem Sioe Liong adalah termasuk orang Tionghoa asli (bukan peranakan)
dimana ia dilahirkan di Fukien, Tiongkok pada tanggal 19 Juli 1916. Ia memiliki
saudara tua bernama Liem Sioe Hie dimana pada 1922 telah berimigrasi ke
Indonesia. Ketika itu negara Tiongkok sangatlah miskin dan mereka banyak yang
berimigrasi ke negara Asia Tenggara khususnya Malaysia dan Indonesia untuk
mencari penghidupan yang lebih baik. Akan tetapi proses imigrasinya tidaklah
semudah saat ini. Mereka harus naik kapal layar dimana waktu tempuhnya hingga 1
bulan bahkan tak sedikit yang harus kehilangan nyawa sebelum sampai Indonesia
karena diterjang badai besar. Maka dari itu hingga ada lagu yang berbunyi
“Nenek moyangku seorang pelaut”.
Kembali
lagi ke cerita Liem Sioe Liong. Kakaknya yang telah berimigrasi ke Indonesia
kemudian menempati Kudus. Kakaknya sering mengirim kabar bahwa Asia Tenggara
khususnya Indonesia adalah gudang harta karun kerajaan-kerajaan Eropa sehingga
sangat menjanjikan untuk hidup lebih baik disini ketimbang tetap di Tiongkok.
Apalagi saat itu ada kabar bahwa Jepang akan menyerang Cina.
Dengan tekad
baja, Liem Sioe Liong kecil menyusul kakaknya di Kudus. Ia berangkat dengan
menumpang kapal Belanda yang akan ke Indonesia. Liem menginjakkan kaki di
Indonesia sebulan kemudian jadi ia terombang ambing di lautan selama sebulan.
Kudus saat itu terkenal sebagai kota penghasil rokok sehingga sering membutuhkan
tembakau dan cengkeh dalam jumlah sangat banyak.
Liem melihat
peluang ini dan menawarkan diri untuk menyuplai kebutuhan cengkeh tersebut.
Liem sangat terlatih akan pekerjaan itu yaitu sebagai supplier cengkeh bahan
baku rokok. Liem pun sering mencari jalan belakang agar keuntungan yang didapat
berlipat yaitu menyelundupkannya lewat jalur Maluku, Sumatra, Sulawesi Utara,
Singapura dan akhirnya Kudus. Liem mendapatkan untung besar sekali dari
cengkeh. Ia kemudian merambah bisnis tekstil. Ia membeli tekstil murah dari
Shanghai dan menjualnya kembali di Indonesia. Liem memang terkenal piawai
mencari sumber dagangan murah.
Ketika
tinggal di Kudus, Liem jatuh cinta pada seorang wanita asal Lasem. Wanita itu
temasuk keturunan orang berada terbukti si wanita tersebut bersekolah di
Sekolah Belanda Tionghoa. Liem pun mengajukan lamaran tetapi sang ayah tak
setuju karena takut jika anak perempuannya akan dibawa ke Tiongkok. Liem
punmeyakinkan bahwa itu tidak akan terjadi. Sang ayah pun akhirnya setuju dan
mereka akhirnya menikah. Acara pernikahannya digelar sangat meriah hingga
menghabiskan 12 hari. Untuk menjaga kepercayaan mertua, Liem pun semakin giat
bekerja. Usahanya semakin maju.
Ketika Jepang
menjajah Indonesia tahun 1944, usaha Liem mengalami kemunduran hingga akhirnya
bangkrut. Selain itu Liem juga mengalami musibah yang lain yaitu kecelakaan
mobil. Mobil Liem masuk jurang yang membuat seluruh penumpang tewas kecuali
Liem. Namun Liem harus merasakan koma selama 2 hari.
Setelah
kondisi fisiknya pulih dan kondisi politik serta keamanan negara terkendali,
Liem memutuskan untuk memboyong keluarganya ke Jakarta. Ia pun mulai membangun
kembali bisnisnya.
Ketika era
Soeharto, Liem adalah salah satu orang terdekatnya sehingga sering mendapat
kemudahan dalam hal bisnis. Ketika itu dikenal istilah The Gang of Four yaitu
empat orang pengusaha yang selalu kompak diantaranya yaitu Soedono Salim,
Sudwikatmono, Djuhar Susanto dan Ibrahim Risjad. Mereka kemudian mendirikan CV
Waringin Kentjana dimana Liem Sioe Liong sebagai chairman dan Sudwikatmono
sebagai CEO nya.
Empat orang
ini kemudian mendirikan pabrik tepung terigu terbesar di INdonesia yaitu PT
Bogasari dimana dananya didapat dari pinjaman pemerintah. Bogasari adalah
perusahaan swasta, bukan BUMN namun Bogasari mendapatkan fasilitas melebihi
perusahaan BUMN seperti punya pelabuhan sendiri dimana kapal-kapal yang
mengangkut atau ada hubungannya dengan terigu bisa langsung merapat ke pabrik. Dengan
kemudahan dari pemerintah seperti ini, Bogasari bisa memonopoli kebutuhan
terigu di tanah air.